BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Belajar
merupakan aktifitas individu yang melakukan belajar, yaitu proses kerja faktor
internal. Menurut Peaget belajar adalah proses penyesuaian atau adaptasi
melalui asimilasi dan akomodasi antara stimulasi dengan unit dasar kognisi
seseorang yang oleh Peaget menjadi schema. Menurut pandangan psikologi
behavioristik merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon.
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika yang bersangkutan dapat
menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini yang penting dalam belajar
adalah input yang berupa stimulus dan
output yang berupa respon.
Jika
ditinjau dari konsep atau teori, teori behavioristik ini tentu berbeda dengan
teori yang lain. Hal ini dapat kita
lihat dalam pembelajaran sehari-hari dikelas. Ada berbagai asumsi atau
pandangan yang muncul tentang teori behavioristik. Teori behavioristik
memandang bahwa belajar adalah mengubah tingkah laku siswa dari tidak bisa
menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dan tugas guru adalah
mengontrol stimulus dan lingkungan belajar agar perubahan mendekati tujuan yang
diinginkan, dan guru pemberi hadiah siswa yang telah mampu memperlihatkan
perubahan bermakna sedangkan hukuman diberikan kepada siswa yang tidak mampu
memperlihatkan perubahan makna.
Oleh karenanya, dalam rangka
memenuhi tugas mata kuliah Belajar dan Pembelajaran kelompok kami
menyusun makalah Teori Belajar menrut Aliran Behavioristik dan Landasan
filosofisnya yang juga dilatar belakangi oleh rasa ingin tahu kami yang ingin
mengetahui lebih lanjut lagi tentang Teori Behavioristik
dan diharapkan tidak lagi muncul asumsi yang keliru tentang pendekatan behaviorisme tersebut, sehingga
pembaca memang benar-benar mengerti apa dan bagimana pendekatan behaviorisme.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun
masalah-masalah yang dapat dirumuskan dari pemaparan di atas antara lain :
1.
Apakah
yang dimaksud dengan teori behavioristik?
- Apasaja kelemahan dan kelebihan
dari teori behavioristik?
- Untuk mengetahui manfaat
teori behavioristik dalam mewujudkan tujuan belajar dan
pembelajaran yang sesungguhnya?
1.3 Tujuan
Ø Mengetahui
pengertian teori behavioristik dan landasan filosofinya
Ø Mengetahui keunggulan dan kelemahan behavioristik
Ø Manfaat
teori behavioristik dalam
mewujudkan tujuan belajar dan pembelajaran yang sesungguhnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Teori Behavioristik dan
Landasan Filosofinya
Teori Belajar behavioristik
adalah teori belajar yang menekankan pada tingkah laku manusia sebagai akibat
dari interaksi antara stimulus dan respon. Teori Behavioristik merupakan sebuah
teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner. Kemudian teori ini berkembang
menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap pengembangan teori
pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran
ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil
belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya,
mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau
perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata.
Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan
menghilang bila dikenai hukuman. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika
dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar
yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Stimulus
adalah segala hal yang diberikan oleh guru kepada pelajar, sedangkan respon
berupa reaksi atau tanggapan pelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru
tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak dapat diamati
dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon. Oleh
karena itu sesuatu yang diberikan oleh guru (stimulus) dan sesuatu yang
diterima oleh pelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini
mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk
melihat perubahan tingkah laku tersebut terjadi atau tidak.
Terdapat
beberapa pandangan tokoh-tokoh tentang pendekatan behaviorisme yang dikemukakan
oleh beberapa ahli, diantaranya sebagai berikut.
1.
Pavlov
2.
Thorndike
3.
Watson
4.
Clark Hull
5.
Edwin Guthrie, dan
6.
Skiner
Masing-masing
tokoh memberikan pandangan tersendiri tentang apa dan bagaimana behavoristik
tersebut.
2.1.1 Teori Pengkondisian Klasikal dari Pavlov
Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September
1849 di Ryazan Rusia yaitu desa tempat ayahnya Peter Dmitrievich Pavlov menjadi
seorang pendeta. Ia dididik di sekolah gereja dan melanjutkan ke Seminari
Teologi. Pavlov lulus sebagai sarjan kedokteran dengan bidang dasar fisiologi.
Pada tahun 1884 ia menjadi direktur departemen fisiologi pada institute of
Experimental Medicine dan memulai penelitian mengenai fisiologi pencernaan.
Ivan Pavlov meraih penghargaan nobel pada bidang Physiology or Medicine tahun
1904. Karyanya mengenai pengkondisian sangat mempengaruhi psikology
behavioristik di Amerika. Karya tulisnya adalah Work of Digestive Glands(1902)
dan Conditioned Reflexes(1927).
Classic
conditioning ( pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang
ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli
dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga
memunculkan reaksi yang diinginkan. Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov
dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana
gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya.
Untuk memahami teori kondisioning klasik
secara menyeluruh perlu dipahami ada dua jenis stimulus dan dua jenis respon.
Dua jenis stimulus tersebut adalah stimulus yang tidak terkondisi
(unconditioned stimulus- UCS ), yaitu stimulus yang secara otomatis
menghasilkan respon tanpa didahului dengan pembelajaran apapun contoh: makanan
dan stimulus terkondisi (conditioned stimulus- CS), yaitu stimulus yang
sebelumnya bersifat netral, akhirnya mendatangkan sebuah respon yang terkondisi
setelah diasosiasikan dengan stimulus tidak terkondisi (contoh : suara bel
sebelum makanan datang)
Bertitik
tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu,
perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang diinginkan. Kemudian
Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia
menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan
segala kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang.
Ia
mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi pipi pada seekor anjing.
Sehingga kelihatan kelenjar air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan
sesuatu makanan, maka akan keluarlah air liur anjing tersebut. Kini sebelum
makanan diperlihatkan, maka yang diperlihatkan adalah sinar merah terlebih
dahulu, baru makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila
perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan
hanya memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun akan
keluar pula.
Makanan adalah rangsangan wajar, sedang
sinar merah adalah rangsangan buatan. Ternyata kalau perbuatan yang demikian
dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan
syarat(kondisi) untuk timbulnya air liur pada anjing tersebut. Peristiwa ini
disebut: Reflek Bersyarat atau Conditioned Respons.
Pavlov
berpendapat, bahwa kelenjar-kelenjar yang lain pun dapat dilatih. Bectrev murid
Pavlov menggunakan prinsip-prinsip tersebut dilakukan pada manusia, yang
ternyata diketemukan banyak reflek bersyarat yang timbul tidak disadari
manusia.
Melalui
eksperimen tersebut Pavlov menunjukkan bahwa belajar dapat mempengaruhi
perilaku seseorang.
Generalisasi,
Deskriminasi, Pelemahan.
Faktor lain yang
juga penting dalam teori belajar pengkondisian klasik Pavlov adalah
generalisasi,deskriminasi,dan pelemahan.
Generalisasi. Dalam mempelajari
respon terhadap stimulus serupa, anjing akan mengeluarkan air liur begitu
mendengar suara-suara yang mirirp dengan bel, contoh suara peluit (karena
anjing mengeluarkan air liur ketika bel dipasangkan dengan makanan).
Jadi,generalisasi melibatkan kecenderungan dari stimulus baru yang serupa
dengan stimulus terkondisi asli untuk menghasilkan respon serupa. Contoh,
seorang peserta didik merasa gugup ketika dikritik atas hasil ujian yang jelek
pada mata pelajaran matematika. Ketika mempersiapkan ujian Fisika, peserta
didik tersbut akan merasakan gugup karena kedua pelajaran sama-sama berupa
hitungan. Jadi kegugupan peserta didik tersebut hasil generalisasi dari
melakukan ujian mata pelajaran satu kepada mata pelajaran lain yang mirip.
Deskriminasi. Organisme merespon stimulus tertentu, tetapi tidak
terhadap yang lainnya. Pavlov memberikan makanan kepada anjing hanya setelah
bunyi bel, bukan setelah bunyi yang lain untuk menghasilkan deskriminasi.
Contoh, dalam mengalami ujian dikelas yang berbeda, pesrta didik tidak merasa
sama gelisahnya ketika menghadapi ujian bahasa Indonesia dan sejarah karena
keduanya merupakan subjek yang berbeda.
Pelemahan (extincition). proses melemahnya stimulus yang terkondisi
dengan cara menghilangkan stimulus tak terkondisi. Pavlov membunyikan bel
berulang-ulang, tetapi tidak disertai makanan. Akhirnya, dengan hanya mendengar
bunyi bel, anjing tidak mngeluarkan air liur. Contoh, kritikan guru yang terus
menerus pada hasil ujian yang jelek, membuat peserta didik tidak termotivasi
belajar. Padahal, sebelumnya peserta didik pernah mendapat nilai ujian yang
bagus dan sangat termotivasi belajar.
Dalam bidang pendidikan, teori kondisioning klasik digunakan
untuk mengembangkan sikap yang menguntungkan terhadap pesrta didik untuk
termotivasi belajar dan membantu guru untuk melatih kebiasaan positif pesrta
didik.
2.1.2 Teori Koneksionisme Thorndike
Menurut Thorndike, belajar merupakan
peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut
stimulus (S) dengan respon (R ). Stimulus adalah suatu perubahan dari
lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk
beraksi atau berbuat sedangkan respon dari adalah sembarang tingkah laku yang
dimunculkan karena adanya perangsang. Dalam eksperimennya, Thorndike
menggunakan kucing. Dari eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar
(puzzle box) tersebut diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus
dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta
melalui usaha –usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan
(error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trial and
error learning atau selecting and connecting learning” dan berlangsung menurut
hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh
Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori
asosiasi.
Dari
percobaan ini Thorndike menemukan hukum-hukum belajar sebagai berikut
a.
Hukum Kesiapan(law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh
suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan
menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
b. Hukum
Latihan (law of exercise), yaitu semakin sering tingkah laku diulang/ dilatih
(digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat. Prinsip law of exercise
adalah koneksi antara kondisi (yang merupakan perangsang) dengan tindakan akan
menjadi lebih kuat karena latihan-latihan, tetapi akan melemah bila koneksi
antara keduanya tidak dilanjutkan atau dihentikan. Sehingga prinsip dari hokum
ini menunjukkan bahwa prinsip utama dalam belajar adalah ulangan. Makin sering
diulangi, materi pelajaran akan semakin dikuasai.
c.
Hukum akibat(law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung diperkuat
bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak
memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi
sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan
cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu
perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak
akan diulangi.
Selain
tiga hukum di atas Thorndike juga menambahkan hokum lainnya dalam belajar yaitu
Hukum Reaksi Bervariasi (multiple response), Hukum Sikap ( Set/ Attitude),
Hukum Aktifitas Berat Sebelah ( Prepotency of Element), Hukum Respon by
Analogy, dan Hukum perpindahan Asosiasi ( Associative Shifting).
2.1.3 Teori Conditioning Watson
Watson merupakan seorang behavioris
murni. Kajian Watson tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperti
fisika atau biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata,
yaitu sejauh dapat diamati dan diukur. Menurut
Watson, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respons. Dalam
hal ini, stimulus dan respons yang dimaksud dibentuk dari tingkah laku yang
dapat diamati (observabel) dan dapat diukur. Watson mengakui adanya
perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar dan ia
menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu diperhitungkan.
2.1.4 Teori Systematic Behavior Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variabel
hubungan antara stimulus dan respons untuk menjelaskan pengertian tentang
belajar. Dalam hal ini, ia sangat terpengaruh oleh teori evolusi yang
dikembangkan oleh Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi,
semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga kelangsungan hidup
manusia. Oleh sebab itu, teori Hull mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan
pemenuhan kebutuhan biologis adalah penting dan menempati posisi sentral dalam
seluruh kegiatan manusia. Sehingga stimulus dalam belajar pun hampir selalu
dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respons yang mungkin akan muncul
dapat bermacam-macam bentuknya. Dalam kenyataannya, teori-teori demikian tidak
banyak digunakan dalam kehidupan praktis, terutama setelah Skinner
memperkenalkan teorinya. Hingga saat ini, teori Hull masih sering dipergunakan
dalam berbagai eksperimen di laboratorium.
2.1.5 Teori Conditioning Edwin Guthrie
Demikian halnya dengan Edwin Guthrie, ia
juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respons untuk menjelaskan
terjadinya proses belajar. Menurut Edwin, stimulus tidak harus berhubungan
dengan kebutuhan atau pemuasan biologis sebagaimana yang telah dijelaskan oleh
Clark dan Hull. Dalam hal ini, hubungan antara stimulus dan respons cenderung
hanya bersifat sementara. Oleh sebab itu, dalam kegiatan belajar perlu diberikan
sesering mungkin stimulus agar hubungan antara stimulus dan respons bersifat
lebih tetap. Ia juga mengemukakan agar respons yang muncul sifatnya lebih kuat
dan bahkan menetap, sehingga diperlukan berbagai macam stimulus yang
berhubungan dengan respons tersebut. Guthrie juga percaya bahwa hukuman(punishment) memegang peranan penting
dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu
merubah kebiasaan dan perilaku seseorang. Setelah Skinner mengemukakan dan
mempopulerkan pentingnya penguatan (reinforc/ement)
dalam teori belajarnya, sehingga hukuman tidak lagi dipentingkan dalam belajar.
Menurut Guthrie, tingkah laku manusia
itu secara keseluruhan merupakan rangkaian tingkah laku yang terdiri atas
unit-unit. Unit-unit tingkah laku ini merupakan respon-respon dari stimulus
sebelumnya dan kemudian unit respon tersebut menjadi stimulus yang kemudian
akan menimbulkan respon bagi unit tingkah laku yang berikutnya. Prinsip belajar
pembentukan tingkah laku ini disebut “ Law
of Association”.
Menurut
Guthrie, untuk memperbaiki tingkah laku yang buruk harus dilihat dari deretan
unit-unit tingkah lakunya, kemudian diusahakan untuk menghilangkan atau
mengganti unit tingkah laku yang tidak baik dengan tingkah laku yang
seharusnya.
Ada
tiga metode pengubahan tingkah laku menurut teori ini yaitu:
a) Metode
respon bertentangan (incompatible response method).
b) Metode
membosankan (exhaustion method).
c) Metode
mengubah lingkungan (cheng of invironmental method).
2.1.6 Teori Operant Conditioning Skinner
Konsep-konsep
yang dikemukakan oleh Skinner tentang belajar mampu mengungguli konsep-konsep
lain yang dikemukakan oleh para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep
belajar secara sederhana dan dapat menunjukkan konsepnya tentang belajar secara
komprehensif. Menurut Skinner, hubungan antara stimulus dan respons yang
terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan
perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh para tokoh
sebelumnya.
Oleh
sebab itu, untuk memahami tingkah laku seseorang secara benar perlu terlebih
dahulu memahami hubungan antara stimulus satu dengan lainnya, serta memahami
respons yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin akan
timbul sebagai akibat dari respons tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa,
dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan
tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah.
Sebab,
setiap alat yang dipergunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya. Dari semua pendukung Teori
behavioristik, Teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya. Program-program
pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berpogram, modul, dan
program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan
stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program-program pembelajaran yang
menerapkan teori belajar yang dikemukakan oleh Skinner.
a. Penguatan
(Reinforcement)
Menurut Skinner, untuk memperkuat perilaku atau menegaskan
perilaku diperlukan suatu penguatan (reinforcement). Ada juga jenis
penguatan, yaitu penguatan positif dan penguatan negative.
Penguatan positif (positive reninforcement)
didasari prinsip bahwa frekuensi dari suatu respon akan meningkat karena
diikuti oleh suatu stimulus yang mengandung penghargaan. Jadi, perilaku yang
diharapkan akan meningkat karena diikuti oleh stimulus menyenangkan. Contoh,
peserta didik yang selalu rajin belajar sehingga mendapat rangking satu akan
diberi hadiah sepeda oleh orang tuanya. Perilaku yang ingin diulang atau
ditingkatkan adalah rajin belajar sehingga menjadi rangking satu dan penguatan
positif/stimulus menyenangkan adalah pemberian sepeda.
Penguatan negatif (negatve reinforcement)
didasari prinsip bahwa frekuensi dari suatu respon akan meningkat karena
diikuti dengan suatu stimulus yang tidak menyenangkan yang ingin dihilangkan.
Jadi, perilaku yang diharapkan akan meningkat karena diikuti dengan
penghilangan stimulus yang tidak menyenangkan. Contoh, pesreta didik sering
bertanya dan guru menghilangkan/tidak mengkritik terhadap pertanyaan yang tidak
berkenan dihati guru sehingga peserta didik akan sering bertanta. Jadi,
perilaku yang ingin di ulangi atau ditingkatkan adlah sering bertanya dan
stimulus yang tidak menyenangkan yang ingin dihilangkan adalah kritikan guru
sehingga peserta didik tidak malu dan akan sering bertanya karena guru tidak
mengkritik pertanyaan yang tidak berbobot/melenceng.
b. Hukuman
Hukuman (punishmen) yaitu suatu konsekuensi yang
menurunkan peluang terjadinya suatu perilaku. Jadi, perilaku yang tidak
diharapkan akan menurun atau bahkan hilang karena diberikan suatu stimulus yang
tidak menyenangkan. Contoh, peserta didik yang berperilaku mencontek akan
diberikan sanksi, yaitu jawabannya tidak diperiksa dan nilainya 0 (stimulus
yang tidak menyenangkan/hukuman). Perilaku yang ingin dihilangkan adalah
perilaku mencontek dan jawaban tidak diperiksa serta nilai 0 (stimulus yang
tidak menyenangkan atau hukuman).
Perbedaan antara penguatan negatif dan hukuman terletak pada perilaku yang
ditimbulkan. Pada penguatan negatif, menghilangkan stimulus yang tidak
menyenangkan (kritik) untuk meningkatkan perilaku yang diharapkan (sering bertanya).
Pada hukuman, pemberian stimulus yang tidak menyenangkan nilai 0 untuk
menghilangkan perilaku yang tidak diharapkan (perilaku mencontek).
Jadwal Pemberian Penguatan
1) Continuos Reinforcement
Penguatan diberikan secara terus
menerus setiap pemunculan respon atau perilaku yang diharapkan. Contoh, setiap
anak mau mengerjakan PR (meskipun banyak yang salah), orang tua selalu
menghilangkan kritikan (menghilangkan stimulus tidak menyenangkan/memberikan
penguat negatif). Setiap anak mau membantu memakai sepatu sendiri ketika akan
berangkat sekolah, orang tua selalu memuji (memberikan stimulus yang
menyenangkan/penguat positif).
2) Partial Reinfocement
Penguatan diberikan dengan menggunakan jadwal tertentu.
Jadwal Rasio Tetap (Fixed interval Schedule – FI), yaitu pemberian penguatan berdasarkan frekuensi atau jumlah
respon/tingkah laku tertentu secara tetap. Contoh: Guru TK berkata, “Jika
kalian sudah selesei mengerjakan 10 saol, kalian mendapat hadiah permen.” Tanpa
peduli jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan soal tersebut. Siswa
mampu menyelesaikan 10 soal (jumlah perilaku yang diharapkan) dan mendapat
hadiah permen (merupakan satu penguatan). Dalam pembelajaran, pelaksanaan
penguatan ini dapat ditingkatkan jumlah perilakunya secara bertahap, misalnya
meningkat mulai 5 soal dapat dikerjakan mendapat satu penguatan (FR-5),
meningkat menjadi 10 soal mampu dikerjakan satu penguatan (FR-10), dan
seterusnya. Akhirnya, pesrta didik diharapkan mampu mengerjakan banyak soal
dengan satu penguatan atau bahkan tanpa adanya penguatan.
Jadwal Internal Tetap (Fixed Interval Schedule-FI), penberian penguatan berdasarkan jumlah waktu tertentu secara
tetap. Dalam, FI jumlah waktunya yang tetap. Contoh ini sangat ocok digunakan
seorang ibu untuk melatih anak kecilnya agar mengurangi kebiasaan makan atau
minum susu berlebihan. Ibu berkata pada susternya, “Si Badu hanya diberikan
susu setiap 1 jam sekali”. Jadi, meskipun Si Bedu menangis, karena belum 1 jam,
suster tidak boleh memberikan susu. Minum susu setiap 1 jam (perilaku yang
diharapkan) dan pemberian susu oleh suster (penguatan yang diberikan). Jumlah
waktu bisa ditingkatkan nenjadi setiap 2 jam (FI-2), 3 jam (FI-3) sampai
akhirnya menjadi 4 sekali (FI-4).
Jadwal Rasio Variabel ( Variable Ratio Schedule – VR), pemberian penguatan berdasarkan perilaku, tetapi jumlah
perilakunya tidak tetap. Jadi, penguatan tetap diberikan untuk perilaku yang
diharapkan, tetapi jumlah perilakunya tidak tetap. Contoh paling tepat adalah
permainan anak-anak dengan cara memasukkan koin ke mesin untuk mendapatkan
hidak tahu pada perilakuadiah. Anak tersebut tidak tahu pada perilaku
memasukkan koin yang ke berapa kali, baru memperoleh hadiah.
Contoh dalam pembelajaran adalah guru akan memberi nilai tambahan
setiap peserta didik (dari 40 peserta didik di kelas) yang menjawab benar.
Peserta didik akan mencoba untuk menjawab belum tentu benar berkalli-kali- VR )
dan tambahan nilai (penguat VR).
Jadwal Interval Variabel (Variabel Interval Schedule – VI), pemberian penguatan pada suatu perilaku, tetapi jumlah
waktunya tidak tetap yaitu tidak dapat ditentukan kapan waktunya tidak tetap.
Jika dalam VR, jumlah perilakunya tetap. Dalam VI, jumlah waktunya tidak tetap.
Contoh, guru secara acak melakukan pemeriksaan secara keliling di kelas
terhadap pekerjaan peserta didik yang menjawab benar dan guru memneri pujian
setiap menemukan jawaban benar peserta didik. Peserta didik tidak tahu kapan
guru menghampiri dan melihat pekerjaannya serta memujinya jika jawabannya benar.
Karena peserta didik tidak tahu kapan gurunyamenghampiri, peserta didik
tersebut selalu berusaha mengerjakan dengan benar setiap saat. Peserta didik
mengerjakan benarsetiap saat (perilaku-VI) dan guru yang sempat menghampiri dan
memberi pujian pada waktu yang tidak tetap (penguatan-VI).
1) Keefektifan
Hukuman
Hukuman hendaknya diberikan untuk perilaku yang sesuai.
Terkadang hukuman diberikan terlalu berat, terlalu ringan, bahkan bentuk
hukuman yang tidak ada kaitan dengan pperilaku yang ingin dihilangkan.
Contoh: peserta didik yang tidak mengerjakan PR harus keliling lapangan 10 X
(hukuman tidak sesuai), mungkin hukuman yang cocok, peserta didik diberikan PR
yang lebih banyak daripada temannya, dan lain-lain.
2.2 Keunggulan dan
Kelemahan Teori Behavioristik
a)
Keunggulan Teori Behavioristik
1) Teori ini cocok diterapkan
untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa,
suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan
bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
2) Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka
pada situasi dan kondisi belajar
3)
Kelemahan Teori Behavioristik
Kelemahan teori behaviorisme adalah sebagai berikut.
1) Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher centered learning), bersifat mekanistik, dan
hanya berorientasi pada hasil yang diamati dan diukur.
2) Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan
menghafalkan apa yang didengar dan
dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman sebagai salah
satu cara untuk mendisiplinkan siswa (teori skinner) baik hukuman verbal maupun
fisik seperti kata – kata kasar, ejekan ,
jeweran yang justru berakibat buruk pada siswa.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan
pembahasan diatas kami dapat menyimpulkan
bahwa Teori Belajar behavioristik adalah
teori belajar yang menekankan pada tingkah laku manusia sebagai akibat dari
interaksi antara stimulus dan respon,serta memandang individu sebagai makhluk
reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan,pengalaman dan latihan yang
akan membentuk prilaku mereka. Adapun Tokoh penting yang berpengaruh dalam
teori belajar behavioristik secara teori antara lain adalah : Pavlov,Skinner,E.L.Thorndke,
E.R.Guthrie, Clark Hull,dan
watson. Dari semua pendukung Teori behavioristik, Teori Skinnerlah yang paling
besar pengaruhnya. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine,
Pembelajaran berpogram, modul, dan program-program pembelajaran lain yang
berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor
penguat (reinforcement).
3.2 Saran
Dari makalah ini diharapkan dapat menjadi
bekal kita nantinya sebagai calon pendidik agar tercapai tujuan pembelajaran
yang efektif dan efesien.